TELAH HILANG
Karya Ahimsa W. Swadeshi

Ingin kuhadiahkan sesuatu untukmu
Tapi apakah mampu
Sedang semua telah hilang
Di awang-awang

Balasan apa yang ada untukku
Hanya Tuhan yang tahu
Sedang kesempatan telah hilang
Di waktu pulang

Yogyakarta, 26 Rabbiul Akhir 1439

KACAMATA PATAH
Karya Ahimsa W. Swadeshi

Orang mengaji tampak keji
Orang sedekah terlihat payah
Orang baik disangka licik
Jadi parah, memarah, dan memarahi
Tiada yang patut dibenahi
Selain kacamataku sendiri

Yogyakarta, 26 Rabbiul Akhir 1439

Sebetulnya puisi yang satu ini ditulis karena suatu momen beberapa waktu lalu, saat pribadi seenak jidat menumpahkan kesalahan pada seorang sahabat, tapi setelah dilihat-lihat, hmm, ketahuan siapa yang tidak tepar bersikap. Siapa lagi? Aku sendiri.

Tapi kejadian baru saja detik ini, tercatat 28 Rabbiul Akhir 1439, lebih menekankan puisi ini lagi. Bagaimana tidak? Aku sempat panas dingin kehilangan sepatu (pemberian dua Sahabat tercinta), entah dimana. Di tempat biasa maupun yang tidak biasa menempatkannya di sana, tidak kutemui. Kutuju rumah seseorang dan menanyakan kalau-kalau pernah kutinggalkan, katanya, “Mbak Wardah. Kalau punya sepatu, jangan ditaruh luar.” Langsung perlahan tapi pasti segera menimbulkan kecenderungan mencari pelaku dalam soal ini. Wah, wah. Buruk sekali. Siang ini, habis ibadah Dhuhur hal itu terangkat menjadi topik yang lumayan mencipta capai. Hingga ibu, dengan kata dan sikap sebagaimana biasanya (meneduhkan) membuatku lebih bisa sampai pada ketenangan. Aku diingatkan Tuhan. “Hims, kamu kapan itu pernah kan pulang lewat pintu belakang? Pernah kan masuk lewat garasi orang?” Aku mengernyitkan dahi. Kutemui sepatuku di sebuah rak milik keluargaku sendiri, di tempat yang belum kucari, di tempat yang jauh dari prasangka-prasangka selama ini. Astaghfirulloh. Ampuni. Lagi, lagi, pikiranku duluan yang sudah negatif.