Halo, Kekurangan. Sabar-sabar ya kalau aku sering banget menyalahkanmu di tiap tindakan burukku. Tapi anyway, aku harus berterima kasih padamu karena pada satu momen—atau mungkin lebih, aku terselamatkan olehmu.

Jadi berpikir, pantas ada orang yang bilang, “Kekurangan bisa jadi kelebihan.” Meski konteksnya beda-beda sih kayanya.

 

Untukku, kekurangan yang aku maksud adalah kebiasaanku yang suka lupa. Hehe. Siapa aja coba yang udah punya pengalaman menangkap basah aku yang pelupa? Banyak, yekan. Seringa pas lagi asyik cerita-cerita ke temen, terus dipotong seolah ia sudah paham sepenuhnya topik yang ingin kubeberkan itu. Aku bingung, “Kok kamu tahu?” Terus dijawabnya, “Kan kamu dah pernah cerita.” Oh, haha, aku lupa.

 

Banyaklah pokoknya kalau ngasih contoh kapan aku lupa.

 

Beberapa hari lalu, aku menemukan momen dimana kebiasaan lupaku ini ternyata bisa menyelamatkanku di suatu kondisi. Jadi gini ceritanya, ada seorang teman sekolah dulu, sebut saja Zulfa. Lama banget kita nggak berhubungan, dan memang aslinya nggak deket banget sih.

 

Eh, nggak tahunya kapan itu waktu aku ngadain acara live Instagram dia sempet ngintip. Seneng banget. Besoknya, lewat pesan WA, aku dihubungi olehnya. Aku nggak punya nomernya sih, cuma ketika mengintip foto profil dan namanya, aku tahu, “Oalah, Zulfa.”

 

Dia mengirim pesan sebagaimana orang-orang biasa melakukannya pas keadaan genting, “P” sebanyak dua kali. Sebab lama nggak berinteraksi, aku memilih merespon dengan kalimat sapaan dulu, “Haloo, Zulfaaa. Gimana?” berharap dia agak selow dan menyapa balik. Abisnya, nggak pernah chat kan.

 

Terus dibalasnya dengan, “Temen kamu ada yang jual pulsa nggak?” Mmmm, mikir dulu sebelum bales. Kenapa tanya ke aku? Yawdah paling lagi butuh banget terus bingung.

 

Lalu, kujawab, “Duh nggak tahu, Zul. Lama nggak beli pulsa.” Eh, terus dijawabnya, “Kalo temen kamu ada yang jual nggak?” Mmm, mikir bentar, keinget temenku SMA yang dulu sering kubeli pulsa ke orangnya, namanya Raisa.

 

Aku bilang ke Zulfa, “Dulu kalo SMA aku sering belinya ke Raisa.” Terus lepas itu aku kirim nomer Raisa setelah Zulfa minta. Ealah, yaAllah aku lupa! Pas itu, aku merasa aneh. Sebentar, sebentar. Zulfa temenku apa toh? Oh iya, SMP. Raisa kan SMA.

 

Aku langsung membatin. Ini nggak beres. Waktu aku bilang soal Raisa, kenapa Zulfa langsung tanggap cepet minta nomor Raisa seolah kenal? Curiga, kuhapus dulu nomor Raisa yang udah duluan kukirim. Akhirnya aku berniat nge-DM instagram instagram si Zulfa memastikan ini nomer WA-nya. Tapi sebelum melakukannya, ternyata aku lebih dulu dipertemukan sama storynya yang kira-kira bilang:

“Bagi yang dihubungi oleh kontak yang mengatasnamakan aku untuk dimintain pulsa, jangan direspon. Itu bukan aku.”

 

Waaaw, bener kan. Eh sumpah. Langsung aku block. Instagramku kuprivate. Sedikit sedih masih ada yang iseng cari pulsa pakai cara yang nyebelin.

 

Aku pikir lagi dan lagi, untung aku sempet lupa kalau Zulfa temen SMP-ku. Jadi ketika ada bahasan nggak nyambung, aku jadi kerasa, eh iya salah. Wah terima kasih ya, lupa. Besok kalau dateng pas gini-gini aja, pas berfungsi, jangan pas mepet deadline tugas atau janji-janji. Bahaya!

 

Betewe ini tadi niatnya aku cerita soal ini buat apa ya? Lupa!

 

Yogyakarta, 13 Syawal 1441