Kisah 1001 Fajar
Puisi, Cerpen, dan Semacamnya

CERPEN “Hantu Karung”

Liburan sekolah sudah dimulai. Namun Sekar merasa kecewa karena di tahun ini, ia harus berlibur ke rumah neneknya sendiri. Orang tuanya masih terlalu sibuk di kantor, sehingga belum bisa menemaninya. Akhirnya ia pergi dengan di antar Pak Mardi, supir ayahnya.
            Rumah nenek Sekar berada di desa, cukup jauh juga tempatnya. Pemandangan di luar kendaraan  begitu menyejukkan, apalagi saat sudah sampai di desa. Beberapa saat kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah kayu yang cukup besar dan rapi. Lalu, seorang nenek keluar dari pintu depan dengan tersenyum.
             “Sekar.. Selamat datang, sayang..”,sapa nenek itu lembut.
         “Nenek!!”,teriak Sekar dengan gembira. Ia langsung menghempaskan diri memeluk sang nenek. “Maaf, ayah dan ibu belum bisa ke sini, masih terlalu sibuk. Mungkin nanti akan menyusul.”
            “Iya, sayang.. Oh ya, Pak Mardi, terima kasih sudah mengantar Sekar, apakah mau dibuatkan teh sambil beristirahat sebentar?”,kata nenek mengalihkan pandangan ke Pak Mardi.
            “Emm.. Tidak perlu, jangan repot-repot, saya juga harus segera kembali.. Untuk itu saya pamit dulu ya bu, permisi..”,jawab Pak Mardi.
            “Oh, baik kalau begitu, sekali lagi terima kasih, Pak..”,seru Nenek tersenyum. Sekar melambaikan tangannya ke arah Pak Mardi.
Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam rumah. Sekar masuk ke sebuah kamar kecil yang biasa ia gunakan saat datang ke rumah nenek. Lalu, ia beristirahat cukup lama di kamar itu. Nenek juga menyiapkan makan untuk Sekar. Hingga malam pun datang.
“Sekar, makan malam sudah nenek siapkan di atas meja. Kamu makan ya. Nenek ingin ke belakang
dulu.”,seru Nenek lembut. Sekar mengangguk senang.
Saat ingin makan, Sekar tersadar jika di meja itu belum terdapat sendok. Mungkin nenek lupa membawanya, pikir Sekar. Lalu ia pergi ke dapur dan mencari sendok namun tak ditemukannya. Akhirnya ia memilih menuju ke ruang belakang mencari neneknya untuk bertanya.
Jalan ke rumah belakang berupa lorong gelap dan panjang, padahal hanya ada satu lampu di sana. Sekar sedikit merinding. Di bagian ujung lorong, ia melihat sosok putih yang menghentikannya. Jantungnya serasa mau copot. Ia ingin berlari, namun kakinya serasa dipaku. Ia menahan teriakan. Mencoba mendekati sosok itu, lalu diinjaknya makhluk itu, berharap akan menyakitinya. Dan, ia lalu menjerit..
“Waaa!! Dasar karung!! Kau hampir membuat jantungku copot!! Untung kau bukan makhluk halus?!”
Dari arah lain, datang nenek dengan langkah terbirit-birit.
“Kenapa berteriak-teriak sayang?”,tanya nenek khawatir.
“Lihat, nek. Karung menyebalkan ini baru saja cari masalah denganku! Ia membuatku berhalusinasi!! Menyebalkan!! Besok usir saja dia dari rumah ini!!”,seru Sekar kesal.
“Sudah, sudah, ayo makan dulu..”,jawab nenek tersenyum menahan tawanya.-

Related posts

Puisi “Belum Dipastikan”

Ahimsa Wardah
6 tahun ago

Puisi “Kembali”

Ahimsa Wardah
6 tahun ago

Puisi “Jiwa Sang Perindu”

Ahimsa Wardah
10 tahun ago
Exit mobile version