Halo ndes!
Wihi, maaf…
Maksudku halo kalian yang pada dikatai m*ndes-gond*s-k*mcil dan sebagainya.
Atau kalian korban labrakan.
Atau kalian para penonton yang hanya bisa berkomentar melihat adegan labrak-melabrak.
Atau bahkan juga kalian para pelabrak;;)
Juga termasuk kamu-kamu yang pahpoh dengan “labrak melabrak” =))

Pernahkah kalian menghitung berapa kali ada adegan penglabrakan di sekolah kalian?
Baiklah, aku yakin banyak.
Seolah-olah acara itu sudah menjadi bagian dari hidup para pelajar sekarang ini. Oke, maaf agak alay. Tapi emang bener kan? Dan biasanya korban labrakan itu didasarkan atas predikat m*ndes-gond*s-k*mcil yang disandangnya. Entah siapa pembuatnya tapi adanya predikat-predikat semacam itu bertolak belakang dengan kebudayaan bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Mereka menjadi terbiasa untuk mengatai, mengasari, menyindir manusia lainnya, mereka lupa tata cara untuk mengkritik orang lain. Adat bangsa Indonesia yang dikenal santun rasanya mulai dipertanyakan.
Adegan labrak-labrakan juga sebenarnya bisa dinilai buruk karena merusak karakter anak bangsa. Orang-orang yang memakai peran sebagai pelabrak bisa dinilai tidak punya kecerdasan emosional. Tentunya kesempatannya untuk menjadi orang sukses berkurang karena dari 3 kecerdasan (intelektual, emosional, spiritual) ia masih kalah.
Nah, temen-temen sebenernya yang membuat kita kayak gini itu karena kita selalu mendengarkan nafsu-nafsu dari diri kita. Syaiton-syaiton juga memanas-manasi nafsu itu.

Kita itu emang manusia biasa, gak bisa lepas dari kesalahan.
Tapi kita tetep harus berusaha untuk menjauhinya. Jangan tergoda dengan nafsu-nafsu dunia, semua itu iyuuh kalau dibandingin sama akhirat.
Apa sih gunanya labrak-labrakan?
Gak akan ada yang bangga dengan semua itu. Bangsa Indonesia itu tau kok caranya mengkritik orang lain. Mereka diajarin untuk menyampaikan pendapat dengan baik.

Jadi warga yang baik!