Aku mengadu pada-NYA

Kau mati, kau pergi
Kau hilang dari jagat raya ini

Aku mencari-cari
Aku mengais tanah-tanah pemakaman
Aku menghirup sisa asap dupa sebanyak-banyaknya

Kau adalah penyusup yang tak mampu kutangkap basah
Kau adalah alasan aku menggeliat di ruang pikiran
Kau tetap menawan bahkan usai kau pergi
Kau tetap tertawan meski langkahmu tinggal jejak kaki

Aku bertanya pada ilalang kemana kau menghilang
Aku bertanya tentang sebab mengapa kau lenyap
Aku bertanya alasan kau minggat tanpa sepucuk surat
Aku bertanya linglung seperti orang terkurung
Aku tidak bertanya lagi usai dibunuh oleh kenyataan

Kau membuatku bisu bila bicara perihal yang lumrah
Kau membuatku tuli untuk mendengar soal kehidupan ini
Kau membuatku buta akan pemandangan di depan jalan
Kau membuatku kebas pada sengatan binatang siang
Kau membuatku tidak bisa berpikir apapun
Kau, kau, kau, kau, kemanakah sekarang?

Aku berjalan terlalu jauh ternyata
Aku nyaris jatuh, tergulung-gulung jenuh
Aku sungguh payah karena melupakan sesuatu
Aku tidak sadar dan hanya bingung terkapar
Aku seharusnya tahu, bahwa sesungguhnya
Aku bisa menemukan keutuhanmu, dengan
Aku sekadar membaca kalimat pertama

Yogyakarta, 30 Syawal 1438
Di tengah masa rehat tanpamu. Masya Allah.