Terasa begitu cepatnya langkah yang terlewat ketika aku kembali menengok ke masa lalu.
          Yang benar saja, sekarang aku sudah duduk di bangku SMA. Wah, sungguh tak bisa dipercaya, puji syukur atas segala nikmat-Mu, Ya Tuhanku. Sekitar 16 tahun berlalu dan aku merasa jalanku tidak selama itu. Namun ketika mengingat banyak waktu, tempat, juga teman, aku menyadari bahwa aku sudah melewati berbagai masa dalam hidupku.
          Masa sekolahku hampir tamat? Benarkah?
          Sepertinya selama 16 tahun ini, dalam satu hari aku selalu memakai setengahnya untuk berkecimpung dalam dunia sekolah. Maka kadang terasa aneh bila membayangkan aku takkan memakai seragam, kuliah, memikirkan pekerjaan, menikah, atau hal lain yang bagiku itu lebih jadi urusan orang dewasa.

          But, time still goes on.
          Begitu juga waktuku, yang dengan segera pasti akan membawaku ke bagian itu, hidupku yang baru. Kini aku hanya berpikir bahwa ada yang perlu aku persiapkan untuk masuk ke gerbang sana.
          Memang sebenarnya dari bangku taman kanak-kanak kita telah diminta membekali diri untuk masa depan, tapi ketika itu kukira aku tak mengerti apa maksudnya dengan bekal yang disebut oleh guruku. Mungkin dulu aku membayangkannya semacam snack makan siang dari ibu. Tapi lambat laun aku memahami bahwa yang dimaksudkan guruku ialah apa yang perlu aku persiapkan untuk hidupku ketika dewasa. Membuat rancangan cita-cita menurutku agak rumit karena masa depan tidak ada yang dapat membacanya.
          Sayangnya di masaku saat ini, godaan menjadi remaja rasanya semakin besar saja. Kadang-kadang aku takut melangkah ke suatu arah karena fakta itu.
          Kehidupan di dunia semakin mengerikan. Ah ya, aku ingin menghindari pergaulan bebas yang sepertinya kini telah berbau seks dan narkoba. Sungguh-sungguh mengerikan. Apa aku masih sempat melewati masa mudaku tanpa tenggelam di lautan itu? Aku terus mencoba berkonsentrasi agar tidak terkecoh, namun siapa tahu bila tiba-tiba aku terjerembab ke liang remaja yang penuh kerlap-kerlip. Aku manusia dan masih muda, siapa yang menjamin aku dapat selalu menghindarinya?
          Bagaimana aku sampai ke kehidupan dewasa dengan selamat?
          Aku bertanya getir.

          Percuma saja aku bertahun-tahun hidup, bersekolah berjam-jam, dibekali nasehat dan makan oleh ibu-bapak, tapi epilog dalam hidupku adalah menjadi remaja nakal atau perempuan jalang. Itu sungguh menyesakkan. Sayangnya kisah seperti itu sudah menjadi drama yang gemar terjadi di antara anak seusiaku, bahkan di bawahku. Aku hanya merinding ketika menonton lakonnya.
          Ya memang, semua wanita ingin menikah dan memiliki pasangan hidup, namun konyol bukan bila hidupku berakhir dengan hal itu. Karena jauh sebelumnya aku seharusnya telah menjadi seorang yang hebat lebih dulu, kemudian akan terasa mudah pastinya mencari teman hidup yang baik untukku. Aku ingin menjadi aku yang aku inginkan, dengan masa depan yang cerah.
          Tapi, bagaimana? Aku benar-benar tak bisa melepas diri dari dunia semacam itu.
          Segala pertanyaan membuyar dalam otakku.
          Aku ingin fokus.
          Tapi, tapi kenapa harus ada kata tapi?
          Ada alasan yang menjadi penghalangku untuk melangkah dan merajut kebaikan. Ada hambatan. Ada rintangan. Ada kesulitan. Lalu bagaimana aku dapat mencapai haluan? Apa semua ini akan berakhir percuma?

          Kemudian aku diperlihatkan perjuangan orang-orang yang keadaannya jauh lebih merana dariku. Mereka terseok-seok sepanjang jalan namun tanpa satu keluhan.
          Katanya, “Ini ujian biar Tuhan tahu mana yang lebih baik di antara kita.” Kalau hidup semudah berkedip, maka mungkin tak perlu ada surga dan neraka karena di dunia hidupnya sudah bahagia. Dari mereka aku melihat makna sebuah hambatan, hikmah dari sebuah permasalahan. Bagiku kini bagaimana seseorang melihat sebuah hambatan ialah begitu penting.
          Aku bisa melewatinya dan mengumpulkan perbekalan. Tidak perlu menghindari dengan melarikan diri dari masalah itu, melawannya dengan berbentengkan kuatnya iman akan jauh lebih baik. Berpikir positif untuk masa depan terasa lebih mudah sekarang. Belajar dari setiap waktu akan membantu kita di watu selanjutnya.
          Masa muda yang kulalui ini semoga benar-benar menjadi langkah yang menyusun keberadaanku esoknya, semoga aku tepat berhaluan.
          16 tahun berlalu dan aku sampai pada sebuah keyakinan.
          “Biarlah kucari Ijazah, sebelum kudapat ijab sah.”
          Bukankah motivasi semacam itu akan membantuku agar lebih fokus berjalan? Aku semakin yakin setiap menapakkan kaki, selalu ingat untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan menghancurkan lebih dulu apa-apa yang mungkin dapat menghancurkan tahun-tahun berharga dalam hidupku.