Seorang tokoh fiktif (yang menurutku luar biasa) telah dihidupkan oleh Jostein Gaarder dalam novelnya “Dunia Anna” yang membuatku membayangkan bisa bertemu langsung dengannya.

“Hai, Anna, perkenalkan aku Ahimsa.”

Dia tersenyum tulus dan menyenangkan, “Hai, Ahimsa, di sini aku sedang mengkhawatirkan pemanasan global.”

***
Awalnya aku berniat memberi judul entri ini “Resensi Buku Dunia Anna”, tetapi aku takut ceritaku tumpah kemana-mana hingga tak pantas kusebut resensi. Hehehe. Jadilah, kusematkan judul “Anna, Tokoh yang Bermanuver di Luar Batas”. Kenapa ya? Mmm, aku tidak tahu pasti, tetapi menyimak kisah Anna (yang selalu berupaya keras memikirkan dan mengambil tindakan demi mewariskan kekayaan bumi pada generasi selanjutnya) adalah sesuatu yang menurutku keluar dari batas pemikiran manusia biasanya (yang sudah banyak lupa, terlena, dan tidak menyadari bahwa mereka sudah terlalu rakus melahap sumber daya alam). Aku rasa tindakan tersebut adalah sesuatu yang anti mainstream, mmm, atau sebut saja luar biasa.

Juga, sebenarnya aku punya alasan lain mengapa memilih judul tersebut. Singkat cerita aku meminjam novel ini dari seorang teman, Hidan, yang seingatku ia akrab dengan kalimat ‘tetap bermanuver di luar batas’. Entah bagaimana ketika aku sibuk mencari judul entri ini, aku kembali mengingat kalimat itu dan merasa itu judul yang tepat. Jadilah, kupakai kalimat hebat ini untuk memperkenalkannya. Kenalkan kawan baruku, Anna, Anna Nyrud.

Biar kukatakan dulu siapa dan bagaimana kawanku ini. Anna, di setting waktu Bulan Desember 2012 gadis ini dikisahkan hampir menginjak umur 16 tahun dalam beberapa hari lagi. Berbeda, benar-benar berbeda dengan anak lain yang seusianya. Perlu kukatakan, dia memiliki kebiasaan (atau katakan saja kemampuan) bermimpi menjadi orang lain, pernah dia bermimpi menjadi Napoleon, juga menjadi angsa, dan belakangan ia menemukan dirinya sebagai cicitnya sendiri yang bernama Nova.

Sejak awal memang telah digambarkan besarnya keprihatinan Anna terhadap buminya yang semakin rapuh, tetapi berkat munculnya “mimpi” menjadi cicitnya sendiri, hal itu semakin meyakinkan Anna mengenai perlunya sebuah tindakan untuk menyelamatkan (manusia dari kerusakan) bumi. Dari sudut pandang Nova, Anna menyadari bahwa generasinya sudah banyak melahap kekayaan bumi hingga lupa untuk menyisakannya bagi generasi setelahnya. Pada masa Nova, tahun 2082 inilah puncak akibat dari tamaknya manusia terdahulu. Berbagai satwa dan tumbuhan yang jumlahnya jutaan sudah hampir seluruhnya dinyatakan punah.

Menurutku, novel Mr. Gaarder ini cukup untuk mengenyakkan novel-novel lain dan film-film yang kerap mempertontonkan dunia masa depan yang serba canggih dan keren. Novel ini mampu menyenggol kita agar tersadar akan kemungkinan rusaknya bumi di masa depan selama manusia belum melakukan upaya penyelamatan alam.

Anna dalam kisah ini memiliki seorang kekasih bernama Jonas yang tidak lain ialah kakak seniornya di sekolah. Jonas membarengi Anna dalam setiap pemikirannya, menjadi teman diskusi sehat, bahkan atas usul psikiater Anna keduanya mendirikan organisasi lingkungan hidup di sekolah. Untuk bagian ini, aku sangat mendukung kerja sama positif yang diusung Anna dan Jonas, tetapi bukan terbatas dalam hubungan kekasih. Maksudku adalah hubungan dengan kawan maupun kerabat dekat alangkah baiknya dibangun untuk tujuan-tujuan yang positif. Dalam perjalanannya, Anna dan Jonas melalui berbagai pemikiran di samping mencerna mimpi-mimpi Anna sebagai Nova.

‘Manusia adalah makhluk individualistik, memikirkan diri sendiri, dan suka bermain-main. Setiap usaha untuk menyelamatkan manusia dan bumi yang kita tinggali ini, haruslah memperhatikan sifat tersebut.’ (hal 164)

Kutipan tersebut adalah potongan dari tulisan Jonas ketika diminta Anna menjawab sebuah pertanyaan yang meresahkan dirinya: Bagaimana cara kita menyelamatkan 1001 flora dan fauna dari kepunahan? Pokok penyelesaian yang mereka bangun ini adalah dengan memanfaatkan sifat alami manusia yang kadang cenderung egois. Sehingga seluruh manusia yang berkesempatan hidup di bumi secara langsung maupun tidak langsung dapat ikut memberikan sumbangsih kepada kemaslahatan hidup diri mereka sendiri dan makhluk hidup lainnya.

Mr. Gaarder mengajak kita untuk untuk membuka diri agar dapat melirik keadaan alam yang perlu dibenahi. Ia menyelipkan beberapa paradigma yang dapat disisipkan ke pikiran orang-orang agar bisa turut “peduli” terhadap kerapuhan bumi.

Menjadi Anna pasti sesuatu yang mengesankan. Bukan karena kemampuannya bermimpi hal-hal yang menakjubkan, melainkan karena jiwanya dapat terpanggil untuk membuka diri melihat alam sekelilingnya. Anna menyadari bahwa ia adalah bagian dari bumi itu sendiri, wakil dari keseluruhan planetnya, sehingga upayanya menyelamatkan bumi ialah karena perasaan “tidak mau kehilangan jati diri”-nya sebagai bumi. Menurutku tidak perlu terlalu berat untuk mewujudkan perasaan tersebut, kita tidak perlu menjadi Anna maupun Jonas. Tetapi kita hanya perlu menjadikan kebaikan mereka sebagai salah satu prinsip dalam segala perjalanan, termasuk untuk hal-hal yang sifatnya sederhana.

Yogyakarta, le mardi, 7 Juin 2016