Segala hal baru kadang menimbulkan rasa nggak nyaman. Rasanya asing. Rasanya aneh. Bahkan terkadang sampai merasa, “Aduh, ini bukan aku bangeeet!” Di saat seperti itu, kadang muncul kerinduan terhadap rasa nyaman.

Hehe, tapi satu part episode drama Korea berjudul Start Up menjewerku cukup keras. Aku sampai mengulanginya beberapa kali saking ngenanya.

Seo Dal Mi, atau sapaannya Dal Mi, baru saja mendapatkan kesempatan untuk menjadi CEO untuk perusahaan kecil bernama Samsan Tech. Ia harus memimpin beberapa orang di dalam timnya. Itu adalah pengalaman baru baginya. Dulunya, gadis yang merupakan lulusan SMA ini hanya pernah bekerja sebagai karyawan biasa dan pekerja paruh waktu.

Jelas nggak mudah punya pengalaman baru begitu. Sama sekali nggak mudah. Apalagi di timnya, memang ada salah satu anggota yang mbeling banget. Mmmm, apa ya bahasa Indonesia-nya mbeling? Syulit gitu deh, hihihi. Anggota yang syulit. Dal Mi, yang biasanya pasrah terhadap tekanan orang lain atasnya, mengalami beberapa kesulitan. Salah satu kejadian yang paling uwu adalah saat ia meminta ke seluruh anggota timnya untuk menggunakan bahasa formal di kantor. Ternyata si anggota syulit nggak mau. Dal Mi pun segera mengubah keputusan, “Oke yaudah kita pakek bahasa informal aja.” (subtitle ini dari aing sendiri ya sahabat)

Suasana di kantor


Eh, lah, si anggota syulit ini ngomong lagi, “Nggak mau. Aku nggak mau kalian ngomong pakek bahasa santai ke aku.”

Dal Mi lalu mengubah keputusan, “Yaudah deh kamu pakai bahasa santai ke kami, kami akan pakai bahasa formal ke kamu.”

Lagi nih, si anggota sulit bilang, “Gimana sih, nggak konsisten.”

Jeng jeng jengggg, speechless-lah orang-orang. Ada benernya juga sih ini si anggota syulit. Huh, emang syulit~ Puncaknya adalah pada saat tim itu berdiskusi mengenai pembagian saham. Ternyata mereka berselisih paham mengenai jumlah yang “adil”. Ketika itu, terdapat seorang mentor yang memang bertugas memberikan saran terhadap perkembangan tim. Si mentor ini menyampaikan kalau sebaliknya saham itu sebagian besar dimiliki oleh CEO. Minimal 90%. Ini untuk memberikan kekuatan kepada CEO.

Tetapi hal ini dianggap tidak adil oleh salah seorang anggota. Puncaknya mereka sampai hantam-hantaman, hajar-hajaran, uwuwuu. Tapi, syukurlah drama ini nggak sampai berubah jadi drama action. Di tengah kekacauan itu, Dal Mi sepertinya berusaha memohon kepada sang mentor untuk dibantu. Tetapi mentor itu (yang pembawaannya emang nggak bisa santuy walaupun ganteng) mengatakan padanya, “Masalahnya itu ada di kamu. Sebagai CEO, kamu nggak bisa bikin keputusan.”

Awww!

Satu lagi kalimatnya di satu momen membikin nyelekit, tapi bener, “Kamu mau jadi orang baik apa mau jadi CEO? Akan selalu ada orang yang nggak suka dengan keputusanmu.”

Boom!

Well, kata-katanya si mentor ini tepat sasaran banget dan betul-betul menjewer Dal Mi. Dan aku, tentu saja hehe sebagai penonton. Walhasil, Dal Mi berusaha lebih baik dan lebih tegas mengambil keputusan. Ia menyampaikan pertimbangannya saat membuat keputusan. Fokus mencari solusi, tidak pakai emosi. Tegas, mantap. Ughhh, suka banget adegan pas dia dengan tegas menyampaikan aturannya ulang bahwa semua orang di kantor harus memakai bahasa formal. Tanpa terkecuali.

She looks so beautiful waktu melakukannya. Ughhh.

Aku lalu melihat diriku sendiri dengan segenap pengalamanku yang seringnya semata-mata memenangkan perasaan dan ketidakenakan. Padahal oh padahal, walaupun itu terkadang mencipta perdamaian, tapi tidak baik juga bagi perjalanan sebuah tim. “Kita juga harus mempertimbangkan logika, Ahimsa,” kataku pada diriku sendiri.

Saat Dal Mi berseru dengan tegas pada si anggota syulit

Drama korea itu tidak hanya mencubitku di adegan itu. Pada akhir episode, saat Dal Mi diantar pulang oleh salah seorang anggota laki-laki di timnya, aku juga mendapat satu lagi pembelajaran. Ketika itu, si laki-laki yang memang ada rasa pada CEO-nya ini memuji Dal Mi atas tindakan kerennya di kantor yang sudah bertindak tegas pada si anggota syulit. Tapi, apa yang dikatakan Dal Mi?

“Duh, kamu tau nggak sih? Aku deg-degan banget tadi tuh sebenernya.”

Uwuuu, rasanya kalau aku ikut ada di drama itu, aku akan bilang, “Iya Mbak, aku paham Mbak.” Xixixi. Dan itu menjadi sebuah pembelajaran yang baik menurutku. Sebab aku jadi sadar bahwa memang kenyataannya untuk meng-updgrade diri menjadi lebih baik itu nggak mudah, nggak nyaman. Kita akan ketemu pengalaman dan kejadian yang tidak mengasyikkan. Kita diminta berubah, berbenah, meninggalkan hal-hal yang sudah biasa membuat kita nyaman.

Dal Mi menunjukkannya. Ia mungkin tidak lantas sepenuhnya langsung berhasil jadi pribadi yang tegas dan bisa mengambil keputusan. Ia sempat merasa nggak sreg. Bahkan saat melakukannya pun, ia masih merasa deg-degan. Tapi, toh, ia berusaha. Ia berhasil menunjukkannya.

Dilihat-liat, kami ada miripnya yaaa, hehe

Memang kadang hal baru membikin nggak nyaman. Tapi kalau kita berusaha membiasakan diri, insyaallah kita akan terbiasa.

Nggak bisa, bisa, terbiasa. Awalnya nggak bisa, terus bisa, dan akhirnya terbiasa! Insyaallah. Bismillah.

Yogyakarta, 18 Rabiul Akhir 1442

Terakhir, bonus foto dari abang Nam Do San yang gantengnya nggak nahan. Semangat menjalani hidup, slur!